Semua orang boleh wafat, film boleh tamat, kasih cinta boleh sesaat , dunia pun boleh kiamat, tapi sahabat akan tetap melekat hingga akhir hayat. keindahan pantai dapat musnah ketika tsunami datang, indahnya pegunungan dapat sirna ketika gunung meletus, Namun indahnya suatu persahabatan akan musnah jika kita egois dan berani mengatakan cinta pada seorang sahabat

kapten bleach

Jumat, 21 Agustus 2009

Makna Dan Manfaat Puasa

Seingat saya, apa yang dianjurkan oleh orang tua, terutama ibu, sejak saya masih kecil adalah agar selalu menjalani hidup prihatin. Hidup tidak boleh dijalani dengan berlebih-lebihan, boros, dan mahal. Sebaliknya, hidup harus dijalani dengan cara sederhana, atau setidak-tidaknya jangan mengada-ada.

Menurut konsep orang tua dahulu, agar sukses dalam hidup maka harus mau dan berani prihatin. Kalimat itu seperti tidak bosan-bosannya, oleh ibu, selalu diulang-ulang pada setiap saat ada kesempatan. Bahkan prihatin dikaitkan dengan prestasi di sekolah. Ibu mengatakan bahwa, jika suatu saat prestasi jeblok, maka hal itu disebabkan karena kurang prihatin.

Gambaran sederhana sebagai hidup prihatin misalnya, tidak boleh makan terlalu banyak, yang bagus adalah seadanya, bahkan dianjurkan agar memperbanyak puasa sunnah, berpakaian secukupnya, mengurangi waktu tidur, banyak membaca al Qur’an, dan seterusnya. Selain itu, terhadap orang lain lebih baik ngalah, bukan kalah, tidak banyak berdebat, mau mengakui kesalahan, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk orang tua dan guru.
Nasehat seperti ini, selalu disampaikan oleh orang tua. Seolah-olah mereka tidak pernah bosan memberikan doktrin tentang itu. Mereka sangat khawatir jika anak-anaknya keluar dari pola hidup ini. Hidup prihatrin dipandang sebagai pintu meraih keberhasilan hidup dan kemuliaan di masa yang akan depan.

Rasanya konsep hidup terbaik menurut orang tua pada empat puluhan tahun yang lalu sudah jauh berbeda dengan orang tua saat sekarang ini. Saya tidak tahu persis, apakah kehidupan di pedesaan pun konsep seperti itu masih bertahan. Rupanya hidup yang dianggap baik dan ideal menurut orang sekarang sudah jauh berbeda. Anak-anak mereka harus makan cukup dengan menu dan gizi yang cukup, kebutuhan pakaian cukup, istirahat cukup, rekrasi cukup, olah raga cukup, fasilitas lainnya, semuanya serba tercukupi. Pokoknya anak sekarang harus serba tercukupi.
Bahkan perbedaan itu sangat mencolok. Anak-anak zaman dahulu, sejak kecil sudah dilatih bekerja, membantu orang tua, dan setidak-tidaknya harus bisa hidup mandiri. Anak-anak sekarang, tampak justru merepotkan orang tua. Semua diatur dan dibantu oleh orang tuanya. Pergi ke sekolah, mereka diantar, bahkan tidak saja ketika masih duduk di tingkat taman kanak-kanak, sudah sekolah di tingkat lanjutan pun di antar jemput. Bahkan lebih dari itu, mereka yang sudah menjadi mahasiswa pun masih harus diantar oleh orang tuanya.

Kehidupan anak-anak sekarang tampak lebih manja dan memang sengaja dimanjakan oleh orang tua. Bentuk kasih sayang orang tua kepada anak pada saat sekarang, sudah berbeda dengan dahulu. Jika dahulu, anak-anak dibimbing agar hidup prihatin, dan keprihatinan dianggap sebagai tantangan, maka orang tua sekarang justru berusaha menghilangkan seluruh tantangan itu. Anak harus ditolong dan dimudahkan hidupnya. Bahkan, kalau misalnya di sekolah, seorang guru menegur atas kesalahan murid, apalagi menghukum, maka orang tua akan membelanya. Dan bahkan kalau perlu kesalahan guru diajukan ke pengadilan.

Sesungguhnya, pada zaman dahulu pun sudah ada orang tua yang memanjakan para anak-anaknya, terutama dari kalangan keluarga yang berada. Masyarakat pun juga tahu, bahwa pada kenyataannya, jarang sekali orang tua yang memanjakan itu, kemudian anak-anaknya berhasil dalam belajarnya. Umumnya, anak yang dimanjakan, prestasinya akan kalah dibanding dengan anak-anak yang dibimbing oleh orang tuanya hidup dengan penuh keprihatinan.
Memang selama ini belum ada penelitian secara saksama terkait dengan ini. Akan tetapi kesan umum dari berbagai kasus, menunjukkan hal yang demikian itu. Anak orang kaya atau berkecukupan yang dimanja, umumnya kurang memiliki ketahanan dan bahkan juga prestasi. Oleh karena itu, banyak di antara mereka yang gagal. Kiranya, kita tidak terlalu sulit mencari bukti tentang hal itu. Jika mau mencari teori pembenar, Toynbee, seorang sejarawan yang amat terkenal, membuat teori yang disebut dengan chalange and respond. Bahwa kualitas manusia itu ditentukan oleh tantangan dan bagaimana menjawabnya. Orang yang tidak pernah menemui tantangan maka tidak akan kuat. Sedemikian penting menurut Toynbee, tantangan hidup itu dalam membentuk kualitas seseorang.

Contoh lain, adalah kehidupan kupu-kupu tatkala keluar dari kepompong. Binatang ini ketika keluar dari kepompong selalu mengalami kesulitan yang amat berat. Bagaimanapun sulitnya, kupu-kupu muda akan berusaha keluar dengan tenaganya sendiri. Seumpama, ada seseorang menolongnya, dengan cara menyobek dinding kepompong, kupu tersebut akan segera keluar dengan mudah. Akan tetapi resikonya, kupu-kupu tersebut tidak akan mampu terbang, sebagaimana kupu-kupu yang keluar dengan normal, atau tidak melewati proses pertolongan itu.
Memperhatikan teori Toynbee dan juga proses kelahiran kupu dari kepompong tersebut, saya lalu teringat kebiasaan orang tua dahulu, termasuk ibu saya, tentang bagaimana mereka membimbing anak-anaknya agar hidup prihatin itu. Keprihatinan harus dibedakan dengan hidup memprihatinkan. Keprihatinan mestinya harus dilalui sebagai proses pendidikan yang seharusnya oleh setiap anak sebagai tantangan. Seringkali hidup prihatin disama artikan dengan hidup memprihatinkan. Padahal, di antara keduanya amat berbeda. Hidup prihatin semestinya dianjurkan, sedangkan hidup memprihatinkan siapapun harus menghindari. Istilah memprihatinkan, berkonotasi kurang positif, atau tidak layak.

Berdasar uraian singkat tersebut, saya sesungguhnya tidak terlalu merasa iba terhadap anak-anak yang berasal dari pedesaan, yang hidup dengan keterbatasannya. Saya yakin, jika keadaan itu diyakini sebagai sesuatu yang menguntungkan, yakni menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi, maka keadaan itu justru memiliki nilai lebih dan sekaligus sebagai bentuk pemenuhan dari tuntutan agar selalu hidup prihatin sebagaimana pesan orang arif, guru, dan juga orang tua, yang juga pernah saya terima dan selalu saya pegangi selama ini

0 komentar:

Posting Komentar

Ak-Room © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute