Al Quran selain menggunakan kata jihad, juga mempergunakan kata "qital" untuk menunjukkan dan sekaligus membedakan arti yang lebih spesifik dari jihad perang dengan jihad yang lain. Qital berasal dari kata "qatala" yang berarti "memerangi atau membunuh", makna qatala ini mengacu pada perjuangan dengan mengangkat senjata untuk memerangi musuh yang mengancam eksistensi ummat Islam. Qital merupakan bagian dari jihad, sehingga sering digunakan kata "jihad qital" untuk menunjukkan perjuangan mengangkat senjata itu sendiri. Jihad qital banyak sekali dilakukan oleh Nabi Muhammad dan juga para sahabat beliau dalam rangka mempertahankan eksistensi agama dan ummat Islam.
Al Quran, dalam ayat-ayat Makiyah, perkataan jihad atau al-jihad lebih menunjukkan kepada makna-makna `am (umum) dari amar ma`ruuf dan nahi munkar. Ayat Makiyah ini dapat dijumpai di surat Al Ankabut 6 : "Sesiapa yang berjihad maka sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri." Dan Al Ankabut 69 : "Dan orang-orang yang berjihad dijalan Kami, sungguh Kami benar-benar akan menunjukkan mereka pada jalan jalan Kami." Sedang dalam ayat-ayat Madaniyah, akan kita jumpai makna kata jihad yang lebih spesifik ke arah jihad qital yaitu memerangi musuh. Ayat-ayat ini bisa dijumpai pada At Taubah ayat 41 : "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. " , Al-Imran 142 : "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar".
Meski ayat-ayat Madaniyah lebih spesifik kepada makna jihad qital, tetapi kerangka jihad yang dipakai itu sendiri tidak lepas dari prinsip dasar makna jihad yang lebih luas yaitu amar ma`ruf dan nahi munkar.
Dalam hadits sendiri, pemakaian kata jihad, banyak sekali yang mengungkapkan maksudnya yang mengarah kepada pengertian perang (jihad qital) itu sendiri. Hadits-hadits seperti; "Berjaga dalam jihad selama sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa dan qiyamul-lail selama sebulan." (2) ataupun hadits "Diriwayatkan dari 'Amr bin Abasah r. a. berkata bahwa ada seorang lelaki, yang berkata kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah apakah Islam itu? " Beliau menjawab, "Islam itu ialah penyerahan hatimu kepada Allah, dan selamatnya kaum Muslim dari lidah dan tanganmu." Lelaki itu bertanya lagi: "Manakah Islam yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Iman." Lelaki itu bertanya lagi: "Apa pula iman itu?" Beliau menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan setelah mati." Lelaki itu bertanya lagi: "Manakah iman yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Berhijrah." Lelaki itu bertanya lagi. "Apakah yang dimaksud dengan berhijrah itu?" Rasulullah saw menjawab, "Engkau meninggalkan kejelekan." Lelaki itu bertanya kembali: "Manakah hijrah yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Jihad." Dia bertanya lagi: "Apakah yang dimaksud dengan jihad itu?" Beliau menjawab, "Hendaklah engkau memerangi orang-orang kafir apabila engkau berjumpa dengan mereka." Dia bertanya lagi: "Jihad mana yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Jihad orang yang mempersembahkan kuda dan darahnya." (3). Atau hadits lain yang sangat banyak yang kesemuanya mengarah kepada pengartian jihad sebagai perang. Meski pemakaian kata jihad dalam hadits itu mempunyai makna praktis yang mengacu pada arti perang, harus kita pahami bahwa hadits merupakan suatu tindakan nabi untuk mengamalkan atau menafsirkan Al Quran sesuai dengan kondisi pada masanya. Hadits merupakan hasil dialektika antara nilai-nilai Al Quran dan juga kultur lingkungan sekitarnya. Rasul menggunakan kata jihad sebagai kata dari jihad qital karena memperhatikan kondisi masyarakat Arab pada waktu itu dimana dalam kebiasaan orang Arab bahwa perang merupakan salah satu bentuk penyelesaian konflik yang biasa terjadi antar kelompok atau kabilah dan juga ancaman paling besar di masa Rasul adalah adanya ancaman perang fisik. Dengan penggunaan kata jihad ataupun kata-kata "sebaik-baik jihad adalah", nabi bertujuan untuk memberikan semangat kepada muslimin agar tidak takut kepada musuh dan juga agar selalu bersiap diri menghadapinya.
Makna "sebaik-baik jihad" dalam hadits di atas adalah bersifat sangat kondisional, dimana makna jihad yang paling utama tersebut bisa berubah sesuai dengan kondisi sekitarnya dan tidak terbatas saja pada pengertian jihad qital.
Pemaknaan jihad yang terbatas pada jihad qital akan menjadikan perjuangan Islam yang murni menjadi kabur. Islam, ajaran yang syarat dengan nilai-nilai moral lebih menekankan kepada penyelesaian-penyelesaian damai dan menjadikan jalan kekerasan atau perang menjadi alternatif terakhir setelah perdamaian atau dialog tidak tercapai. Al Quran mengajarkan untuk menyeru manusia dengan perkataan yang baik (lembut-bijak), sebagaimana disebutkan dalam surat An Nahl 125 "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". Dari ayat ini, kita akan mengetahui bahwa Islam mengajarkan untuk selalu menyampaikan pesan Islam secara damai dan apabila ada kesalahan atau penyimpangan dari pihak lainpun, penyelesaian secara damai menjadi cara penyelesaian yang diutamakan(4) .
Pengaruh dari pemaknaan yang sempit (akan jihad ataupun jihad yang paling utama) telah memberikan gambaran-gambaran negatif terhadap Islam sendiri, sebagaimana dapat dijumpai di Encyclopaedia of islam yang menyatakan "the fight is obligatory even when the unbelievers have not started it"(5) ataupun perkataan Rudolph Peters yang menyatakan "ultimate aim of jihad is `the subjection of the unbelievers` and ' the extirpation of unbelief"(6).
0 komentar:
Posting Komentar